Barack Obama Presiden untuk Semua
Dunia Merayakan Kemenangan Obama
CHICAGO - Beruntunglah setiap orang yang diberi kesempatan hidup sampai 4 November 2008. Pada hari itu, sejarah tercipta di Amerika Serikat. Negara superpower yang sedang berada di bibir kehancuran itu kini menemukan momentum kebangkitannya. Sumber harapan itu muncul setelah Barack Hussein Obama, senator muda berkulit hitam yang lahir di Hawaii dari ibu Amerika dan ayah Kenya, menghabiskan empat tahun masa kecil di Jakarta, dan besar di Amerika itu, terpilih menjadi presiden ke-44 AS kemarin.
Menjadi kulit berwarna pertama penghuni Gedung Putih menempatkan Barack Hussein Obama kini sejajar dengan presiden legendaris AS lainnya, George Washington (presiden pertama dan proklamator kemerdekaan), Thomas Jefferson (presiden ketiga dan penyusun deklarasi kemerdekaan), dan Abraham Lincoln (presiden ke-16 yang menghapus perbudakan).
Terpilihnya senator Illinois yang baru berumur 47 tahun itu juga telah menghancurkan rasisme di AS yang 50 tahun lalu masih membuat warga kulit berwarna harus berbagi toilet, tempat duduk bus, dan sekolah dengan tetangganya warga kulit putih.
Fenomena Obama atau Obamanomena itulah yang membuat seluruh dunia ikut merayakan kemenangannya. Latar belakang yang beragam telah membuat Obama menjadi presiden untuk semua. Dari kampung-kampung kumuh di Nairobi, Kenya, tempat kelahiran bapaknya, Barack Hussein Obama Sr, sampai jalan-jalan di Jakarta, tempat masa kecilnya, hingga pusat perayaan di Grant Park, Chicago, seluruh warga bersukacita. Jawa Pos yang sedang berada di kampung halaman Obama itu menyaksikan sebagian besar di antara sekitar 200.000 pengunjung menumpahkan air mata saat Obama menyampaikan pidato kemenangan Selasa (4/11) malam waktu setempat atau kemarin siang WIB.
Setengah jam setelah penghitungan suara menunjukkan perolehan suara electoral-nya telah melewati "magic number" 270 (syarat minimal), Barack Obama tampil di panggung bersama istri, Michelle, serta dua putrinya, Sasha dan Malia. Dalam awal pidato kemenangannya, Obama menegaskan bahwa segalanya mungkin terjadi di AS. Dan, dia telah membuktikannya. "Jika ada seseorang di luar sana yang masih ragu bahwa Amerika adalah sebuah tempat yang memungkinkan segala sesuatu terjadi, yang masih bertanya-tanya apakah mimpi para pendiri bangsa ini masih bisa menjadi nyata di masa sekarang, yang masih mempertanyakan kekuatan demokrasi, malam ini pertanyaan Anda terjawab," kata Obama yang langsung disambut tepuk tangan membahana diselingi teriakan "Yes, We Can" berulang-ulang.
Dengan sportif, Obama juga menyampaikan terima kasih dan pujian kepada "musuh" politiknya selama enam bulan masa kampanye, John McCain. "Kita menjadi lebih baik berkat pengabdian pemimpin yang pemberani dan tidak egois ini. Saya mengucapkan selamat kepadanya (McCain); juga kepada Gubernur (Sarah) Palin. Dan, saya berharap bisa bekerja sama dengan mereka untuk bersama-sama memperbarui janji bangsa ini," ujarnya.
Pada bagian akhir, Obama menyebut semua orang terdekatnya, mulai sang istri tercinta Michelle yang disebutnya "batu karang" keluarga, dan menjanjikan anak anjing baru bagi dua putrinya, Sasha dan Malia, saat tinggal di Gedung Putih nanti, hingga saudara tirinya yang berdarah Indonesia, Maya Soetoro, di Hawaii. Kurang lebih 10 menit Obama menyampaikan pidato bersejarahnya yang terdengar seperti rangkaian kata mutiara itu.
Sebelum Obama tampil di panggung, John McCain lebih dahulu mengakui kekalahannya. Setelah hasil pemilihan di California muncul dan membuat Obama tak akan terkejar, pahlawan perang Vietnam itu memberikan pidato kekalahan di kampung halamannya, Phoenix, Arizona. Di momen yang seharusnya menyedihkan inilah jiwa kepahlawanan McCain terlihat.
Didampingi istrinya, Cindy, dan calon wakil presiden Sarah Palin, McCain menyampaikan selamat kepada Obama dan menyeru para pendukungnya mengakui kekalahan dan tetap berjuang bagi kemajuan AS. ''Wajar malam ini merasa kecewa. Namun, kami merasakan hanya sebentar, kegagalan ini adalah milikku, bukan milik Anda." ujarnya tegas
Dalam pidato singkat itu, dia meminta para pendukungnya maupun pendukung Obama untuk menyatukan perbedaan setelah pemilu. ''Amerika tak pernah mundur. Amerika tak pernah menyerah,'' katanya. (pidato lengkap baca di Halaman Internasional, Red).
Amerika Membiru
Pemilihan presiden AS tahun ini memang penuh warna. Selain menghasilkan presiden kulit hitam pertama, pilihan 130 juta rakyat AS (terbesar dalam sejarah Pilpres AS) juga mengubah peta dukungan pemilih. Hingga tadi malam, negara bagian biru (blue states) yang berarti mendukung Partai Demokrat dengan kandidat Barack Obama terus bertambah. Sebaliknya, negara bagian merah (red states) yang mendukung Partai Republik dengan kandidat John McCain makin susut.
Dari penghitungan suara, terlihat kunci kemenangan Obama atas John McCain adalah menguasai sejumlah negara bagian yang menjadi medan pertempuran (battlegrouns states), khususnya dua negara bagian kunci Ohio dan Pennsylvania. Selama ini tidak pernah ada presiden dari Republik yang kalah di Ohio.
Dengan dana USD 700 juta (Rp 7 triliun, terbesar lagi dalam sejarah pilpres AS) dan masa kampanye 21 bulan, Obama berhasil merebut daerah kantong Republik, seperti Indiana dan Virginia. Kedua negara bagian itu tidak pernah mendukung kandidat Demokrat dalam 44 tahun terakhir. Ohio dan Florida, yang menjadi pendulang suara vital Presiden Bush empat tahun lalu, juga berpaling ke Obama.
Dari penghitungan total suara (popular vote) yang masuk hingga tadi malam, Obama unggul dengan meraih 52,3 persen suara dan McCain tertinggal 46,4 persen. Namun, untuk penghitungan suara electoral, keunggulan Obama lebih mencolok, yakni 349 berbanding 147. Dewan electoral terdiri atas 538 orang dari 50 negara bagian yang komposisinya sesuai dengan jumlah perwakilan negara bagian di Kongres AS (435 anggota DPR AS/House of Representatives dan 100 anggota senat). Untuk menjadi presiden AS, para kandidat harus mengumpulkan setidaknya 270 suara electoral.
Suara electoral Obama banyak disumbang negara-negara bagian padat penduduk di dekat pantai, seperti California, Washington, New York, dan Florida. Sedangkan McCain didukung negara-negara bagian di pedalaman, seperti Texas, wilayah South, Midwest, dan kawasan Rocky Mountain. Tiga negara bagian yang belum diketahui sumbangan suara electoral-nya adalah Georgia, Missouri, dan North Carolina. Semua negara bagian itu dimenangkan Bush pada 2004.
Kemenangan Obama termasuk telak. Sebagai perbandingan, George W. Bush memenangi kursi presiden dua kali, namun tidak pernah meraih lebih dari 286 suara electoral.
Obama Sihir Dunia
Tak hanya di AS, kemenangan Obama juga "menyihir" dunia dengan janji-janjinya. Di seantero bumi, orang berbondong-bondong memenuhi lapangan, plaza-plaza, ruang terbuka, dan pub-pub untuk menantikan hasil pemilu AS. Dunia seakan diselimuti kesamaan hasrat untuk menjadi saksi sejarah yang akan berkumandang hingga melampaui batas-batas AS.
Di Kenya, tanah asal leluhur Obama, orang-orang membanjiri pesta-pesta semalam suntuk untuk mencermati hasil pemilihan. "Malam ini kita tidak akan tidur," kata Valentine Wambi, 23, mahasiswa University of Nairobi, yang berencana bergabung dengan ratusan mahasiswa lain di Ibu Kota Kenya untuk sebuah pesta pemilu. Sekalipun warga Kenya yakin kemenangan Obama tidak akan banyak mengubah kehidupan mereka, hal itu tidak menghalangi mereka memasang potret Obama di minibus-minibus. Pernak-pernik seperti kaus bergambar Obama dijual di berbagai penjuru Kenya.
Di Moneygall, sebuah desa di Irlandia, pesta kemenangan Obama juga berlangsung meriah. Pasalnya, mengacu pada penelitian disimpulkan bahwa leluhur Obama yang bernama Joseph Kearney bermukim di sana sebelum berimigrasi ke AS.
Di Jerman, hasil pemilu AS mendominasi surat kabar, situs internet, dan televisi. Di Paris, salah satu di antara sejumlah perayaan "kurang sopan" yang direncanakan adalah pesta "Goodbye George" untuk mengucapkan selamat berpisah kepada Presiden AS George W. Bush. "Sebagaimana halnya rakyat Prancis kebanyakan, saya gembira Obama menang karena akan benar-benar menjadi isyarat datangnya perubahan," kata Vanessa Doubine, yang tengah berbelanja di Champs-Elysees, Selasa. Kemenangan Obama diharapkan dapat mengubah citra AS.
Demam Obama tidak hanya mewabah di seantero Eropa, tetapi juga menjalar hingga ke pelosok dunia Islam. Umat muslim mengutarakan harapan, Obama dapat mengedepankan kompromi daripada konfrontasi. "Kemenangan Obama membuat dunia ingin menyaksikan AS memperlihatkan sikap politik yang lebih universal dan kosmopolitan," ungkap Rais Yatim, Menlu Malaysia.
Satu-satunya negara di Timur Tengah yang sedih atas kemenangan Obama adalah Israel. Negara Yahudi itu melihat John McCain punya sikap yang lebih tegas terhadap Iran. Sebagian besar rakyat Israel diyakini mendukung McCain dengan pertimbangan dia akan dapat berbuat lebih banyak untuk melindungi keamanan negara dari lontaran rudal Iran.
Para pemimpin Israel memang selama ini tidak secara terbuka menyebutkan siapa kandidat yang mereka dukung. Tetapi, diam-diam mereka menyampaikan keprihatinan terhadap Obama, yang telah membangkitkan kekhawatiran ketika mengatakan dirinya siap berdialog dengan Teheran.
Demam pemilu juga melanda Vietnam, tempat McCain pernah dipenjara sebagai tahanan perang lebih dari lima tahun. Pesawat yang dikemudikannya ditembak jatuh di Hanoi setelah melakukan pengeboman pada 1967. "Dia (McCain) patriotik," kata Le Lan Anh, seorang novelis Vietnam. "Sebagai tentara, dia datang ke sini untuk menghancurkan negara saya. Tetapi, saya mengagumi martabatnya," kata Le.
Indonesia pasti tak mau ketinggalan. Di negara tempat Obama menghabiskan empat tahun masa kecilnya itu perayaan paling meriah terjadi di Sekolah Dasar Menteng, Jakarta Pusat. Sekolah yang pernah menjadi tempat Obama menuntut ilmu itu beberapa hari terakhir memang terlihat sibuk menyambut pilpres AS. "Setiap pagi, sebelum pelajaran dimulai, kita selalu berdoa untuk Barry. Semoga dia menang dalam pemilihan ini," kata Kepala SD Menteng Kuswadiyanto penuh semangat.
Ketika angka-angka di layar kaca menunjukkan kemenangan Obama, ratusan siswa berhamburan ke berbagai arah menuju lapangan meski gerimis mulai turun. Dengan membawa foto Obama mereka meloncat-loncat kegirangan, tak peduli pada hujan. Bagi mereka kemenangan Obama adalah kemenangan mereka. Mereka bangga karena pernah ada murid dari tempat itu yang bisa menjadi presiden AS. (AP/BBC/CNN/iw/tom/noe/hep/iro/kim)
ParaDIsE.group
Dunia Merayakan Kemenangan Obama
CHICAGO - Beruntunglah setiap orang yang diberi kesempatan hidup sampai 4 November 2008. Pada hari itu, sejarah tercipta di Amerika Serikat. Negara superpower yang sedang berada di bibir kehancuran itu kini menemukan momentum kebangkitannya. Sumber harapan itu muncul setelah Barack Hussein Obama, senator muda berkulit hitam yang lahir di Hawaii dari ibu Amerika dan ayah Kenya, menghabiskan empat tahun masa kecil di Jakarta, dan besar di Amerika itu, terpilih menjadi presiden ke-44 AS kemarin.
Menjadi kulit berwarna pertama penghuni Gedung Putih menempatkan Barack Hussein Obama kini sejajar dengan presiden legendaris AS lainnya, George Washington (presiden pertama dan proklamator kemerdekaan), Thomas Jefferson (presiden ketiga dan penyusun deklarasi kemerdekaan), dan Abraham Lincoln (presiden ke-16 yang menghapus perbudakan).
Terpilihnya senator Illinois yang baru berumur 47 tahun itu juga telah menghancurkan rasisme di AS yang 50 tahun lalu masih membuat warga kulit berwarna harus berbagi toilet, tempat duduk bus, dan sekolah dengan tetangganya warga kulit putih.
Fenomena Obama atau Obamanomena itulah yang membuat seluruh dunia ikut merayakan kemenangannya. Latar belakang yang beragam telah membuat Obama menjadi presiden untuk semua. Dari kampung-kampung kumuh di Nairobi, Kenya, tempat kelahiran bapaknya, Barack Hussein Obama Sr, sampai jalan-jalan di Jakarta, tempat masa kecilnya, hingga pusat perayaan di Grant Park, Chicago, seluruh warga bersukacita. Jawa Pos yang sedang berada di kampung halaman Obama itu menyaksikan sebagian besar di antara sekitar 200.000 pengunjung menumpahkan air mata saat Obama menyampaikan pidato kemenangan Selasa (4/11) malam waktu setempat atau kemarin siang WIB.
Setengah jam setelah penghitungan suara menunjukkan perolehan suara electoral-nya telah melewati "magic number" 270 (syarat minimal), Barack Obama tampil di panggung bersama istri, Michelle, serta dua putrinya, Sasha dan Malia. Dalam awal pidato kemenangannya, Obama menegaskan bahwa segalanya mungkin terjadi di AS. Dan, dia telah membuktikannya. "Jika ada seseorang di luar sana yang masih ragu bahwa Amerika adalah sebuah tempat yang memungkinkan segala sesuatu terjadi, yang masih bertanya-tanya apakah mimpi para pendiri bangsa ini masih bisa menjadi nyata di masa sekarang, yang masih mempertanyakan kekuatan demokrasi, malam ini pertanyaan Anda terjawab," kata Obama yang langsung disambut tepuk tangan membahana diselingi teriakan "Yes, We Can" berulang-ulang.
Dengan sportif, Obama juga menyampaikan terima kasih dan pujian kepada "musuh" politiknya selama enam bulan masa kampanye, John McCain. "Kita menjadi lebih baik berkat pengabdian pemimpin yang pemberani dan tidak egois ini. Saya mengucapkan selamat kepadanya (McCain); juga kepada Gubernur (Sarah) Palin. Dan, saya berharap bisa bekerja sama dengan mereka untuk bersama-sama memperbarui janji bangsa ini," ujarnya.
Pada bagian akhir, Obama menyebut semua orang terdekatnya, mulai sang istri tercinta Michelle yang disebutnya "batu karang" keluarga, dan menjanjikan anak anjing baru bagi dua putrinya, Sasha dan Malia, saat tinggal di Gedung Putih nanti, hingga saudara tirinya yang berdarah Indonesia, Maya Soetoro, di Hawaii. Kurang lebih 10 menit Obama menyampaikan pidato bersejarahnya yang terdengar seperti rangkaian kata mutiara itu.
Sebelum Obama tampil di panggung, John McCain lebih dahulu mengakui kekalahannya. Setelah hasil pemilihan di California muncul dan membuat Obama tak akan terkejar, pahlawan perang Vietnam itu memberikan pidato kekalahan di kampung halamannya, Phoenix, Arizona. Di momen yang seharusnya menyedihkan inilah jiwa kepahlawanan McCain terlihat.
Didampingi istrinya, Cindy, dan calon wakil presiden Sarah Palin, McCain menyampaikan selamat kepada Obama dan menyeru para pendukungnya mengakui kekalahan dan tetap berjuang bagi kemajuan AS. ''Wajar malam ini merasa kecewa. Namun, kami merasakan hanya sebentar, kegagalan ini adalah milikku, bukan milik Anda." ujarnya tegas
Dalam pidato singkat itu, dia meminta para pendukungnya maupun pendukung Obama untuk menyatukan perbedaan setelah pemilu. ''Amerika tak pernah mundur. Amerika tak pernah menyerah,'' katanya. (pidato lengkap baca di Halaman Internasional, Red).
Amerika Membiru
Pemilihan presiden AS tahun ini memang penuh warna. Selain menghasilkan presiden kulit hitam pertama, pilihan 130 juta rakyat AS (terbesar dalam sejarah Pilpres AS) juga mengubah peta dukungan pemilih. Hingga tadi malam, negara bagian biru (blue states) yang berarti mendukung Partai Demokrat dengan kandidat Barack Obama terus bertambah. Sebaliknya, negara bagian merah (red states) yang mendukung Partai Republik dengan kandidat John McCain makin susut.
Dari penghitungan suara, terlihat kunci kemenangan Obama atas John McCain adalah menguasai sejumlah negara bagian yang menjadi medan pertempuran (battlegrouns states), khususnya dua negara bagian kunci Ohio dan Pennsylvania. Selama ini tidak pernah ada presiden dari Republik yang kalah di Ohio.
Dengan dana USD 700 juta (Rp 7 triliun, terbesar lagi dalam sejarah pilpres AS) dan masa kampanye 21 bulan, Obama berhasil merebut daerah kantong Republik, seperti Indiana dan Virginia. Kedua negara bagian itu tidak pernah mendukung kandidat Demokrat dalam 44 tahun terakhir. Ohio dan Florida, yang menjadi pendulang suara vital Presiden Bush empat tahun lalu, juga berpaling ke Obama.
Dari penghitungan total suara (popular vote) yang masuk hingga tadi malam, Obama unggul dengan meraih 52,3 persen suara dan McCain tertinggal 46,4 persen. Namun, untuk penghitungan suara electoral, keunggulan Obama lebih mencolok, yakni 349 berbanding 147. Dewan electoral terdiri atas 538 orang dari 50 negara bagian yang komposisinya sesuai dengan jumlah perwakilan negara bagian di Kongres AS (435 anggota DPR AS/House of Representatives dan 100 anggota senat). Untuk menjadi presiden AS, para kandidat harus mengumpulkan setidaknya 270 suara electoral.
Suara electoral Obama banyak disumbang negara-negara bagian padat penduduk di dekat pantai, seperti California, Washington, New York, dan Florida. Sedangkan McCain didukung negara-negara bagian di pedalaman, seperti Texas, wilayah South, Midwest, dan kawasan Rocky Mountain. Tiga negara bagian yang belum diketahui sumbangan suara electoral-nya adalah Georgia, Missouri, dan North Carolina. Semua negara bagian itu dimenangkan Bush pada 2004.
Kemenangan Obama termasuk telak. Sebagai perbandingan, George W. Bush memenangi kursi presiden dua kali, namun tidak pernah meraih lebih dari 286 suara electoral.
Obama Sihir Dunia
Tak hanya di AS, kemenangan Obama juga "menyihir" dunia dengan janji-janjinya. Di seantero bumi, orang berbondong-bondong memenuhi lapangan, plaza-plaza, ruang terbuka, dan pub-pub untuk menantikan hasil pemilu AS. Dunia seakan diselimuti kesamaan hasrat untuk menjadi saksi sejarah yang akan berkumandang hingga melampaui batas-batas AS.
Di Kenya, tanah asal leluhur Obama, orang-orang membanjiri pesta-pesta semalam suntuk untuk mencermati hasil pemilihan. "Malam ini kita tidak akan tidur," kata Valentine Wambi, 23, mahasiswa University of Nairobi, yang berencana bergabung dengan ratusan mahasiswa lain di Ibu Kota Kenya untuk sebuah pesta pemilu. Sekalipun warga Kenya yakin kemenangan Obama tidak akan banyak mengubah kehidupan mereka, hal itu tidak menghalangi mereka memasang potret Obama di minibus-minibus. Pernak-pernik seperti kaus bergambar Obama dijual di berbagai penjuru Kenya.
Di Moneygall, sebuah desa di Irlandia, pesta kemenangan Obama juga berlangsung meriah. Pasalnya, mengacu pada penelitian disimpulkan bahwa leluhur Obama yang bernama Joseph Kearney bermukim di sana sebelum berimigrasi ke AS.
Di Jerman, hasil pemilu AS mendominasi surat kabar, situs internet, dan televisi. Di Paris, salah satu di antara sejumlah perayaan "kurang sopan" yang direncanakan adalah pesta "Goodbye George" untuk mengucapkan selamat berpisah kepada Presiden AS George W. Bush. "Sebagaimana halnya rakyat Prancis kebanyakan, saya gembira Obama menang karena akan benar-benar menjadi isyarat datangnya perubahan," kata Vanessa Doubine, yang tengah berbelanja di Champs-Elysees, Selasa. Kemenangan Obama diharapkan dapat mengubah citra AS.
Demam Obama tidak hanya mewabah di seantero Eropa, tetapi juga menjalar hingga ke pelosok dunia Islam. Umat muslim mengutarakan harapan, Obama dapat mengedepankan kompromi daripada konfrontasi. "Kemenangan Obama membuat dunia ingin menyaksikan AS memperlihatkan sikap politik yang lebih universal dan kosmopolitan," ungkap Rais Yatim, Menlu Malaysia.
Satu-satunya negara di Timur Tengah yang sedih atas kemenangan Obama adalah Israel. Negara Yahudi itu melihat John McCain punya sikap yang lebih tegas terhadap Iran. Sebagian besar rakyat Israel diyakini mendukung McCain dengan pertimbangan dia akan dapat berbuat lebih banyak untuk melindungi keamanan negara dari lontaran rudal Iran.
Para pemimpin Israel memang selama ini tidak secara terbuka menyebutkan siapa kandidat yang mereka dukung. Tetapi, diam-diam mereka menyampaikan keprihatinan terhadap Obama, yang telah membangkitkan kekhawatiran ketika mengatakan dirinya siap berdialog dengan Teheran.
Demam pemilu juga melanda Vietnam, tempat McCain pernah dipenjara sebagai tahanan perang lebih dari lima tahun. Pesawat yang dikemudikannya ditembak jatuh di Hanoi setelah melakukan pengeboman pada 1967. "Dia (McCain) patriotik," kata Le Lan Anh, seorang novelis Vietnam. "Sebagai tentara, dia datang ke sini untuk menghancurkan negara saya. Tetapi, saya mengagumi martabatnya," kata Le.
Indonesia pasti tak mau ketinggalan. Di negara tempat Obama menghabiskan empat tahun masa kecilnya itu perayaan paling meriah terjadi di Sekolah Dasar Menteng, Jakarta Pusat. Sekolah yang pernah menjadi tempat Obama menuntut ilmu itu beberapa hari terakhir memang terlihat sibuk menyambut pilpres AS. "Setiap pagi, sebelum pelajaran dimulai, kita selalu berdoa untuk Barry. Semoga dia menang dalam pemilihan ini," kata Kepala SD Menteng Kuswadiyanto penuh semangat.
Ketika angka-angka di layar kaca menunjukkan kemenangan Obama, ratusan siswa berhamburan ke berbagai arah menuju lapangan meski gerimis mulai turun. Dengan membawa foto Obama mereka meloncat-loncat kegirangan, tak peduli pada hujan. Bagi mereka kemenangan Obama adalah kemenangan mereka. Mereka bangga karena pernah ada murid dari tempat itu yang bisa menjadi presiden AS. (AP/BBC/CNN/iw/tom/noe/hep/iro/kim)
ParaDIsE.group
Barack Obama,
Presiden AS
23.22
0 Responses to "Barack Obama Presiden untuk Semua"
Posting Komentar