Resensi: Tak Putus Dirundung Kontroversi
[JP Online, Minggu, 30 November 2008]
Buku Membongkar Kegagalan CIA Spionase Amatiran Negara Adidaya karya Tim Weiner sedang menjadi polemik orang ramai. Kegaduhan muncul berkaitan dengan penyebutan ''keterlibatan'' mantan Wakil Presiden Adam Malik (almarhum) sebagai agen Badan Pusat Intelejen AS (CIA) dalam kudeta atas Soekarno dan pembasmian PKI. Kontroversi buku ini dipicu analisis Tim Weiner berjudul ''Kami Hanya Menunggangi Ombak Itu ke Pantai'' di halaman 329-334. Selama 40 tahun Amerika Serikat telah berusaha menyangkal dengan menyatakan tidak mempunyai kaitan apa pun dengan pembantaian yang mengatasnamakan gerakan anti-komunisme di Indonesia. ''Kami tidak menciptakan ombak-ombak itu. Kami hanya menunggangi ombak-ombak itu ke pantai,'' kata Marshall Green, duta besar AS untuk Indonesia saat kudeta berdarah 1965.
Tim Weiner, reporter The New York Times, menulis: Adam Malik, setelah terlibat dalam perseteruan permanen dengan Soekarno, bertemu dengan perwira CIA, Clyde McAvoy, di Jakarta pada 1964. ''Saya merekrut dan mengontrol Adam Malik. Dia pejabat tertinggi Indonesia yang pernah kami rekrut,'' ujar Clyde McAvoy kepada Tim Weiner dalam wawancara di tahun 2005.
Moga-moga kontroversi tidak berujung pada pelarangan buku Tim Weiner oleh Kejaksaan Agung. Soalnya, buku ini, terlepas dari seluruh polemik yang ditimbulkan, sesungguhnya otokritik seorang jurnalis yang selama dua dekade menekuni jagat intelejen AS. Banyak informasi krusial yang lebih edukatif ketimbang masa lalu Adam Malik.
Mengapa AS sebagai negara superpower mempunyai lembaga spionase yang kualitasnya seperti ayam sayur? Mengapa polisi dunia sekaliber AS, agen-agen dinas rahasianya beroperasi serampangan? Inilah keprihatinan mendasar buku ini. Tim Weiner sampai pada kesimpulan bahwa sejarah operasi intelejen CIA yang telah berusia 60 tahun justru memangsa bangsa Amerika Serikat sendiri.
Tim Weiner, peraih Hadiah Pulitzer, menunjukkan bukti-bukti meyakinkan perihal kedunguan CIA. CIA salah memperhitungkan kekuatan komunisme di zaman Perang Dingin dan gagal mengkalkulasi ancaman terorisme. Agen-agen CIA mengetahui Tembok Berlin, simbol totalitarianisme rezim komuinis Eropa Timur, runtuh pada 1989 dari siaran televisi, bukan dari pasokan analisis mata-mata yang bekerja di bawah tanah.
Misi utama CIA pada masa Perang Dingin mencuri rahasia Uni Soviet dengan cara merekrut telik sandi lokal. Namun CIA tidak pernah memiliki seorang pun mata-mata yang punya pemahaman mendalam perihal cara kerja Kremlin. Semua relawan CIA yang bekerja di KGB, lembaga spionase Uni Soviet, tewas dieksekusi di Moskow gara-gara kontra-spionase Aldrich Ames --perwira senior CIA divisi Uni Soviet yang puluhan tahun bekerja untuk KGB.
CIA, di zaman Presiden Ronald Reagen, menjalankan misi salah kaprah di dunia ketiga. Menjual senjata pada Garda Revolusi Iran untuk membiayai gerilyawan Kontra-Sandinista buat melumpuhkan Daniel Ortega, gembong pemberontak Nikaragua. CIA menikam Uni Soviet dengan menyalurkan senjata miliaran dolar di Afghanistan. Tidak disadari bahwa para pejuang Al-Qaeda kelak justru menjadi bumerang bagi AS. Operasi-operasi rahasia CIA umumnya merupakan tikaman-tikaman buta dalam kegelapan. CIA menyembunyikan pelbagai kegagalannya di luar negeri dengan berbohong demi mempertahankan reputasi.
Kegagalan CIA telah mewariskan, meminjam istilah Presiden Eisenhower, ''a legacy of ashes (warisan puing-puing)''. Ambruknya WTC, katedral kapitalisme yang membelasah pada 11 September 2001 dengan telanjang memeragakan kepada dunia bahwa agen-agen CIA tak ubahnya bebek lumpuh dalam mengantisipasi serbuan teroris didikan CIA sendiri. Durasi waktu robohnya menara pertama dengan kedua 18 menit. CIA gagal mencegah tragedi menara kembar. Sekitar 3.000 warga AS mati konyol di New York, Washington, dan Pennsylvania.
Buku kegagalan besar CIA ini diramu Tim Weiner dengan mempelajari 50.000 arsip CIA, wawancara mendalam dengan ratusan veteran CIA, dan pengakuan sepuluh direkturnya. Ramuan eksplosif agen-agen CIA nyaris membubarkan kantor spionase terbesar di jagat raya itu pasca-ambruknya WTC. Buku ini bersifat on the record. Tidak ada sumber anonim, tidak ada kutipan tanpa identitas pembicara, dan bukan gosip picisan. Ini adalah sejarah CIA yang disusun berdasarkan liputan langsung di Afghanistan dan kompilasi dokumen-dokumen utama.
Disajikan dengan gaya bertutur mengalir, Tim Weiner bagaikan penulis triller, menempatkan diri sebagai seorang tukang cerita kelas wahid. Kehebohan buku ini setali tiga uang dengan buku The Spycatcher karya Peter Wright yang dilarang (mempermalukan) kerajaan Inggris karena mengisahkan sepak terjang Sir Roger Hollis, Direktur Jenderal Dinas Rahasia MI5, yang ternyata agen ganda KGB.
Inilah semesta hikmah paling visioner yang bisa ditimba dari sejarah CIA. Persoalan besar di dunia saat ini adalah ekonomi-politik berbasis keserakahan dan keuntungan tanpa batas yang terlalu berkiblat ke AS. Negeri Paman Sam, berikut sepak terjang badan intelejennya itu, bisa jadi sumber pelbagai perang, fundamentalisme, ekstremisme, dan terorisme nan tak kunjung padam di sekujur belahan dunia.(*)
*) J. Sumardianta, guru sosiologi SMA Kolese de Britto Jogjakarta
Judul Buku: Membongkar Kegagalan CIA
Judul Asli: Legacy of Ashes The History of CIA
Penulis: Tim Weiner
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan: I, 2008
Tebal: xxiv + 832 Halaman
Salam Persahabatan
ParaDIsE.group
[JP Online, Minggu, 30 November 2008]
Buku Membongkar Kegagalan CIA Spionase Amatiran Negara Adidaya karya Tim Weiner sedang menjadi polemik orang ramai. Kegaduhan muncul berkaitan dengan penyebutan ''keterlibatan'' mantan Wakil Presiden Adam Malik (almarhum) sebagai agen Badan Pusat Intelejen AS (CIA) dalam kudeta atas Soekarno dan pembasmian PKI. Kontroversi buku ini dipicu analisis Tim Weiner berjudul ''Kami Hanya Menunggangi Ombak Itu ke Pantai'' di halaman 329-334. Selama 40 tahun Amerika Serikat telah berusaha menyangkal dengan menyatakan tidak mempunyai kaitan apa pun dengan pembantaian yang mengatasnamakan gerakan anti-komunisme di Indonesia. ''Kami tidak menciptakan ombak-ombak itu. Kami hanya menunggangi ombak-ombak itu ke pantai,'' kata Marshall Green, duta besar AS untuk Indonesia saat kudeta berdarah 1965.
Tim Weiner, reporter The New York Times, menulis: Adam Malik, setelah terlibat dalam perseteruan permanen dengan Soekarno, bertemu dengan perwira CIA, Clyde McAvoy, di Jakarta pada 1964. ''Saya merekrut dan mengontrol Adam Malik. Dia pejabat tertinggi Indonesia yang pernah kami rekrut,'' ujar Clyde McAvoy kepada Tim Weiner dalam wawancara di tahun 2005.
Moga-moga kontroversi tidak berujung pada pelarangan buku Tim Weiner oleh Kejaksaan Agung. Soalnya, buku ini, terlepas dari seluruh polemik yang ditimbulkan, sesungguhnya otokritik seorang jurnalis yang selama dua dekade menekuni jagat intelejen AS. Banyak informasi krusial yang lebih edukatif ketimbang masa lalu Adam Malik.
Mengapa AS sebagai negara superpower mempunyai lembaga spionase yang kualitasnya seperti ayam sayur? Mengapa polisi dunia sekaliber AS, agen-agen dinas rahasianya beroperasi serampangan? Inilah keprihatinan mendasar buku ini. Tim Weiner sampai pada kesimpulan bahwa sejarah operasi intelejen CIA yang telah berusia 60 tahun justru memangsa bangsa Amerika Serikat sendiri.
Tim Weiner, peraih Hadiah Pulitzer, menunjukkan bukti-bukti meyakinkan perihal kedunguan CIA. CIA salah memperhitungkan kekuatan komunisme di zaman Perang Dingin dan gagal mengkalkulasi ancaman terorisme. Agen-agen CIA mengetahui Tembok Berlin, simbol totalitarianisme rezim komuinis Eropa Timur, runtuh pada 1989 dari siaran televisi, bukan dari pasokan analisis mata-mata yang bekerja di bawah tanah.
Misi utama CIA pada masa Perang Dingin mencuri rahasia Uni Soviet dengan cara merekrut telik sandi lokal. Namun CIA tidak pernah memiliki seorang pun mata-mata yang punya pemahaman mendalam perihal cara kerja Kremlin. Semua relawan CIA yang bekerja di KGB, lembaga spionase Uni Soviet, tewas dieksekusi di Moskow gara-gara kontra-spionase Aldrich Ames --perwira senior CIA divisi Uni Soviet yang puluhan tahun bekerja untuk KGB.
CIA, di zaman Presiden Ronald Reagen, menjalankan misi salah kaprah di dunia ketiga. Menjual senjata pada Garda Revolusi Iran untuk membiayai gerilyawan Kontra-Sandinista buat melumpuhkan Daniel Ortega, gembong pemberontak Nikaragua. CIA menikam Uni Soviet dengan menyalurkan senjata miliaran dolar di Afghanistan. Tidak disadari bahwa para pejuang Al-Qaeda kelak justru menjadi bumerang bagi AS. Operasi-operasi rahasia CIA umumnya merupakan tikaman-tikaman buta dalam kegelapan. CIA menyembunyikan pelbagai kegagalannya di luar negeri dengan berbohong demi mempertahankan reputasi.
Kegagalan CIA telah mewariskan, meminjam istilah Presiden Eisenhower, ''a legacy of ashes (warisan puing-puing)''. Ambruknya WTC, katedral kapitalisme yang membelasah pada 11 September 2001 dengan telanjang memeragakan kepada dunia bahwa agen-agen CIA tak ubahnya bebek lumpuh dalam mengantisipasi serbuan teroris didikan CIA sendiri. Durasi waktu robohnya menara pertama dengan kedua 18 menit. CIA gagal mencegah tragedi menara kembar. Sekitar 3.000 warga AS mati konyol di New York, Washington, dan Pennsylvania.
Buku kegagalan besar CIA ini diramu Tim Weiner dengan mempelajari 50.000 arsip CIA, wawancara mendalam dengan ratusan veteran CIA, dan pengakuan sepuluh direkturnya. Ramuan eksplosif agen-agen CIA nyaris membubarkan kantor spionase terbesar di jagat raya itu pasca-ambruknya WTC. Buku ini bersifat on the record. Tidak ada sumber anonim, tidak ada kutipan tanpa identitas pembicara, dan bukan gosip picisan. Ini adalah sejarah CIA yang disusun berdasarkan liputan langsung di Afghanistan dan kompilasi dokumen-dokumen utama.
Disajikan dengan gaya bertutur mengalir, Tim Weiner bagaikan penulis triller, menempatkan diri sebagai seorang tukang cerita kelas wahid. Kehebohan buku ini setali tiga uang dengan buku The Spycatcher karya Peter Wright yang dilarang (mempermalukan) kerajaan Inggris karena mengisahkan sepak terjang Sir Roger Hollis, Direktur Jenderal Dinas Rahasia MI5, yang ternyata agen ganda KGB.
Inilah semesta hikmah paling visioner yang bisa ditimba dari sejarah CIA. Persoalan besar di dunia saat ini adalah ekonomi-politik berbasis keserakahan dan keuntungan tanpa batas yang terlalu berkiblat ke AS. Negeri Paman Sam, berikut sepak terjang badan intelejennya itu, bisa jadi sumber pelbagai perang, fundamentalisme, ekstremisme, dan terorisme nan tak kunjung padam di sekujur belahan dunia.(*)
*) J. Sumardianta, guru sosiologi SMA Kolese de Britto Jogjakarta
Judul Buku: Membongkar Kegagalan CIA
Judul Asli: Legacy of Ashes The History of CIA
Penulis: Tim Weiner
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan: I, 2008
Tebal: xxiv + 832 Halaman
ParaDIsE.group
Central Intelligence Agency,
CIA
09.04
Banyak tindakan2 yang menyalahi dan sekedar propaganda, demi mencari keuntungan materi dengan mengorbankan kepentingan dan keselamatan orang banyak. semoga yang mereka lakukan mendapat balasan yang setimpal